Search this bog

Selasa, 20 September 2011

Makalah Muntaber


BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
Penyakit diare masih menjadi penyebab kematian balita (bayi dibawah 5 tahun) terbesar didunia. Menurut catatan UNICEF, setiap detik 1 balita meninggal karena diare. Diare sering kali dianggap sebagai penyakit sepele, padahal di tingkat global dan nasional fakta menunjukkan sebaliknya. Menurut catatan WHO, diare membunuh 2 juta anak didunia setiap tahun, sedangkan di Indonesia, menurut Surkesnas (2001) diare merupakan salah satu penyebab kematian ke 2 terbesar pada balita.

I.2. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mendapatkan gambaran epidemiologi, distribusi, frekuensi, determinan, isu dan program penanganan penyakit diare.

BAB II
PEMBAHASAN

II.1. Pengertian
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi berak lebih dari biasanya (3 atau lebih per hari) yang disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja dari penderita (Depkes RI, Kepmenkes RI tentang pedoman P2D, Jkt, 2002).
Jika ditilik definisinya, diare adalah gejala buang air besar dengan konsistensi feses (tinja) lembek, atau cair, bahkan dapat berupa air saja. Frekuensinya bisa terjadi lebih dari dua kali sehari dan berlangsung dalam jangka waktu lama tapi kurang dari 14 hari. Seperti diketahui, pada kondisi normal, orang biasanya buang besar sekali atau dua kali dalam sehari dengan konsistensi feses padat atau keras.

II.2. Jenis-jenis Diare
Diare Akut
Merupakan diare yang disebabkan oleh virus yang disebut Rotaviru yang ditandai dengan buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya biasanya (3kali atau lebih dalam sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari. Diare Rotavirus ini merupakan virus usus patogen yang menduduki urutan pertama sebagai penyebab diare akut pada anak-anak.
Diare Bermasalah
Merupakan yang disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, parasit, intoleransi laktosa, alergi protein susu sapi. Penularan secara fecal-oral, kontak dari orang ke orang atau kontak orang dengan alat rumah tangga. Diarae ini umumnya diawali oleh diare cair kemudian pada hari kedua atau ketiga baru muncul darah, dengan maupun tanpa lendir, sakit perut yang diikuti munculnya tenesmus panas disertai hilangnya nafsu makan dan badan terasa lemah.
Diare Persisten
Merupakan diare akut yang menetap, dimana titik sentral patogenesis diare persisten adalah keruskan mukosa usus. Penyebab diare persisten sama dengan diare akut.
(Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare Edisi ketiga, Depkes RI, Direktorat Jenderal PPM dan PL tahun 2007)

II.3. Penyebab
Menurut Dr.
Haikin Rachmat, MSc., penyebab diare dapat diklasifikasikan menjadi enam golongan:
1. Infeksi yang disebabkan bakteri, virus atau parasit.
2. Adanya gangguan penyerapan makanan atau disebut malabsorbsi.
3. Alergi.
4. Keracunan bahan kimia atau racun yang terkandung dalam makanan.
5. Imunodefisiensi yaitu kekebalan tubuh yang menurun.
6. Penyebab lain.
Direktur Pemberantasan Penyakit Menular Langsung (PPML), Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (P2MPL) Depkes yang sering ditemukan di lapangan adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan. Setelah melalui pemeriksaan laboratorium, sumber penularannya berasal dari makanan atau minuman yang tercemar virus. Konkretnya, kasus diare berkaitan dengan masalah lingkungan dan perilaku. Perubahan dari musim kemarau ke musim penghujan yang menimbulkan banjir, kurangnya sarana air bersih, dan kondisi lingkungan yang kurang bersih menyebabkan meningkatnya kasus diare. Fakta yang ada menunjukkan sebagian besar pasien ternyata tinggal di kawasan kurang bersih dan tidak sehat.
Saat persediaan air bersih sangat terbatas, orang lantas menggunakan air sungai yang jelas-jelas kotor oleh limbah. Bahkan menjadi tempat buang air besar. Jelas airnya tak bisa digunakan. Jangan heran kalau kemudian penderita diare sangat banyak karena menggunakan air yang sudah tercemar oleh kuman maupun zat kimia yang meracuni tubuh. Masalah perilaku juga bisa menyebabkan seseorang mengalami diare. Misalnya, mengonsumsi makanan atau minuman yang tidak bersih, sudah tercemar, dan mengandung bibit penyakit. Jika daya tahan tubuh ternyata lemah, alhasil terjadilah diare.

II.4. Patofisiologi
Penyakit ini dapat terjadi karena kontak dengan tinja yang terinfeksi secara langsung, seperti:
- Makan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah dicemari oleh serangga atau terkontaminasi oleh tangan kotor.
- Bermain dengan mainan terkontaminasi apalagi pada bayi sering memasukkan tangan/mainan/apapun kedalam mulut. Karena virus ini dapat bertahan dipermukaan udara sampai beberapa hari.
- Penggunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air dengan air yang benar.
- Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang air besar.

II.5. Tanda dan Gejala
Gejala diare adalah tinja yang encer dengan frekuensi 4kali atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai:
- Muntah
- Badan lesu atau lemah
- Panas
- Tidak nafsu makan
- Darah dan lendir dalam kotoran

II.6. Akibat
Diare yang berlangsung terus selama berhari-hari dapat membuat tubuh penderita mengalami kekurangan cairan atau dehidrasi. Jika dehidrasi yang dialami tergolong berat, misalnya karena diarenya disertai muntah-muntah, risiko kematian dapat mengancam. Orang bisa meninggal dalam beberapa jam setelah diare dan muntah yang terus-menerus. Dehidrasi akut terjadi akibat penderita diare terlambat ditangani.

II.7. Pencegahan
Pencegahan muntaber bisa dilakukan dengan mengusahakan lingkungan yang bersih dan sehat.
1. Usahakan untuk selalu mencuci tangan sebelum menyentuh makanan.
2. Usahakan pula menjaga kebersihan alat-alat makan.
3. Sebaiknya air yang diminum memenuhi kebutuhan sanitasi standar di lingkungan tempst tinggal. Air dimasak benar-benar mendidih, bersih, tidak berbau, tidak berwarna dan tidak berasa.
4. Tutup makanan dan minuman yang disediakan di meja.
5. Setiap kali habis pergi usahakan selalu mencuci tangan, kaki, dan muka.
6. Biasakan anak untuk makan di rumah dan tidak jajan di sembarangan tempat. Kalau bisa membawa makanan sendiri saat ke sekolah
7. Buatlah sarana sanitasi dasar yang sehat di lingkungan tempat tinggal, seperti air bersih dan jamban/WC yang memadai.
8. Pembuatan jamban harus sesuai persyaratan sanitasi standar. Misalnya, jarak antara jamban (juga jamban tetangga) dengan sumur atau sumber air sedikitnya 10 meter agar air tidak terkontaminasi. Dengan demikian, warga bisa menggunakan air bersih untuk keperluan sehari-hari, untuk memasak, mandi, dan sebagainya.

II.8. Pertolongan Pertama
Bila sudah terlanjur terserang diare, upaya pertolongan pertama yang perlu segera dilakukan:
1. Minumkan cairan oralit sebanyak mungkin penderita mau dan dapat meminumnya. Tidak usah sekaligus, sedikit demi sedikit asal sering lebih bagus dilakukan. Satu bungkus kecil oralit dilarutkan ke dalam 1 gelas air masak (200 cc). Jika oralit tidak tersedia, buatlah larutan gula garam. Ambil air masak satu gelas. Masukkan dua sendok teh gula pasir, dan seujung sendok teh garam dapur. Aduk rata dan berikan kepada penderita sebanyak mungkin ia mau minum.
2. Penderita sebaiknya diberikan makanan yang lunak dan tidak merangsang lambung, serta makanan ekstra yang bergizi sesudah muntaber.
3. Penderita muntaber sebaiknya dibawa ke dokter apabila muntaber tidak berhenti dalam sehari atau keadaannya parah, rasa haus yang berlebihan, tidak dapat minum atau makan, demam tinggi, penderita lemas sekali serta terdapat darah dalam tinja.


BAB III
PENUTUP

III.1. Kesimpulan
Sekitar 80% kematian karena diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Diare merupakan salah satu penyebab kematian kedua terbesar pada balita, nomer 3 bagi bayi, serta nomor 5 bagi semua umur.
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi berak lebih dari biasanya (3 atau lebih per hari) yang disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja dari penderita (Depkes RI, Kepmenkes RI tentang pedoman P2D, Jkt, 2002).

III.2. Saran
Berdasarkan data-data diatas, maka dianggap perlu untuk membahas mengenai persoalan penyakit diare sebagai penyumbang penyebab tertinggi kedua kematian anak, sehingga semua pihak dapat mengupayakan strategi dalam rangka mengurangi kematian anak akibat diare demi peningkatan kualitas anak.



DAFTAR PUSTAKA

http://www.medicastore.com/
Mansjoer, Arif dkk.2000.Kapita Selekta Edisi Jilid 4.Jakarta:Media Aescalapius FKUI
http://www.google.co.id/m/search?mrestrict-mobile&eosr-on&ct-fsh&q-Makalah+diare
HUJAN DATANG MUNTABER MENYERANG
Musim hujan, musim muntaber. Waspada jelas perlu, tapi sebetulnya penyakit menular ini mudah saja dicegah dan ditanggulangi.
Muntaber (muntah berak) sebenarnya merupakan bagian dari diare. Penderita diare ada yang mengalami gejala buang air besar saja, tetapi ada juga yang disertai muntah. Pada kasus penderita diare yang mengalami muntah-muntah, orang awam mengartikannya sebagai muntaber.
Jika ditilik definisinya, diare adalah gejala buang air besar dengan konsistensi feses (tinja) lembek, atau cair, bahkan dapat berupa air saja. Frekuensinya bisa terjadi lebih dari dua kali sehari dan berlangsung dalam jangka waktu lama tapi kurang dari 14 hari. Seperti diketahui, pada kondisi normal, orang biasanya buang besar sekali atau dua kali dalam sehari dengan konsistensi feses padat atau keras.
PENYEBABNYA MACAM-MACAM
Menurut Dr.
Haikin Rachmat, MSc., penyebab diare dapat diklasifikasikan menjadi enam golongan:
1. Infeksi yang disebabkan bakteri, virus atau parasit.
2. Adanya gangguan penyerapan makanan atau disebut malabsorbsi.
3. Alergi.
4. Keracunan bahan kimia atau racun yang terkandung dalam makanan.
5. Imunodefisiensi yaitu kekebalan tubuh yang menurun.
6. Sebab-sebab lain.
“Yang sering ditemukan di lapangan adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan. Setelah melalui pemeriksaan laboratorium, sumber penularannya berasal dari makanan atau minuman yang tercemar virus,” ujar direktur Pemberantasan Penyakit Menular Langsung (PPML), Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (P2MPL) Depkes.
Konkretnya, kasus diare berkaitan dengan masalah lingkungan dan perilaku. Perubahan dari musim kemarau ke musim penghujan yang menimbulkan banjir, kurangnya sarana air bersih, dan kondisi lingkungan yang kurang bersih menyebabkan meningkatnya kasus diare. Fakta yang ada menunjukkan sebagian besar pasien ternyata tinggal di kawasan kurang bersih dan tidak sehat.
Saat persediaan air bersih sangat terbatas, orang lantas menggunakan air sungai yang jelas-jelas kotor oleh limbah. Bahkan menjadi tempat buang air besar. Jelas airnya tak bisa digunakan. “Tapi itulah yang terjadi. Air sungai yang kotor dan tercemar malah digunakan untuk keperluan sehari-hari.”
Jangan heran kalau kemudian penderita diare sangat banyak karena menggunakan air yang sudah tercemar oleh kuman maupun zat kimia yang meracuni tubuh. “Penularan penyakit diare misalnya karena orang buang air besar di kali, lalu air tersebut digunakan untuk kumur-kumur, minum dan sebagainya.”
Masalah perilaku juga bisa menyebabkan seseorang mengalami diare. Misalnya, mengonsumsi makanan atau minuman yang tidak bersih, sudah tercemar, dan mengandung bibit penyakit. Jika daya tahan tubuh ternyata lemah, alhasil terjadilah diare.
PERTOLONGAN PERTAMA
Upaya pertolongan pertama bagi penderita diare adalah dengan memberikan minum lebih banyak atau juga memberikan oralit, air tajin, air sup, atau kuah sayur. Berikan juga makanan dengan gizi yang cukup agar stamina tubuh berangsur kuat. “Sebenarnya penderita diare dalam 6-8 jam saja bisa pulih atau sembuh jika segera ditangani. Memberikan secara segera cairan atau minum yang banyak serta memberikan oralit sudah cukup memulihkan kondisi pasien.”
Perhatikan jika gejala diare tampak parah; wajah penderita tampak cekung, kulit keriput, muncul kejang, dan kesadaran menurun. “Kalau sudah begitu harus segera dibawa ke tempat pelayanan terdekat, baik itu puskesmas maupun rumah sakit.”
Penderita yang sudah dikategorikan mengalami diare berat tentunya harus menjalani perawatan intensif, seperti diinfus untuk mengatasi dehidrasinya dan menghindari hal-hal yang tak diinginkan.
Diare juga sebenarnya gejala yang muncul karena adanya penyakit lain. Misalnya, seseorang yang mengalami penyakit pneumonia dan gangguan selaput otak juga bisa mengalami gejala diare. “Jadi harus pula diwaspadai kemungkinan penyakit lain yang tak semata-mata murni karena diare.”
AKIBAT DIARE
Dirae yanng berlangsung terus selama berhari-hari dapat membuat tubuh penderita mengalami kekurangan cairan alias dehidrasi. Jika dehidrasi yang dialami tergolong berat, misalnya karena diarenya disertai muntah-muntah, risiko kematian dapat mengancam. “Orang bisa meninggal dalam beberapa jam setelah diare dan muntah yang terus-menerus. Dehidrasi akut terjadi akibat penderita diare terlambat ditangani.”
SEKEJAP BISA MENJADI WABAH
Pemerintah menetapkan status wabah diare yang melanda Kabupaten Solok, Sumatera Barat, sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) karena jumlah penderitanya melonjak tinggi. Dalam waktu hanya sekitar tiga minggu, di Solok terjadi peningkatan jumlah kasus diare yang cukup tajam. Pada 8 November lalu jumlah penderitanya baru 4 orang. Namun hingga 29 November melonjak mencapai 296 kasus. Lima di antaranya meninggal dunia. Nah, di beberapa wilayah yang disebut tadi, penderita memang mengalami gejala-gejala diare; buang air besar secara terus-menerus, mulas-mulas bahkan ada yang disertai dengan muntah. Ironisnya, penderita banyak yang berasal dari kalangan anak-anak.
Menurut Haikin, berdasarkan hasil investigasi Depkes, wabah diare di Solok masuk kategori KLB karena menyerang penduduk dalam kurun waktu yang relatif pendek tetapi jumlah penderitanya meningkat tajam yang disebabkan oleh sumber penularan tertentu. “Sekarang jumlah kasusnya sudah menurun. Bahkan hari ini (1 Desember, Red.) sudah tak ditemukan lagi kasus baru,” papar Haikin.
Selain di Solok, beberapa wilayah lain di Indonesia juga mengalami wabah serupa. Sebut saja Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan. “Di wilayah tersebut memang terjadi peningkatan jumlah penderita, tapi tidak sampai digolongkan KLB karena jumlah kasus masih dalam tingkatan biasa. Artinya, dilihat dari grafik masih dalam batas-batas normal.”
MENCEGAH DIARE (MUNTABER)
Sediakan sarana sanitasi dasar yang sehat di lingkungan tempat tinggal, seperti air bersih dan jamban/WC yang representatif. Pembuatan jamban harus disesuaikan dengan persyaratan sanitasi. Misalnya, jarak antara jamban kita (juga jamban tetangga) dengan sumur atau sumber air paling sedikit berjarak 10 meter agar air tidak terkontaminasi. Dengan begitu, kita bisa menggunakan air bersih untuk keperluan sehari-hari, entah untuk memasak, mandi, dan sebagainya.
Hilman Hilmansyah. Ilustrator: Pugoeh
Evaluasi Pemanfaatan Jamban dari Berbagai Aspek Geohidrologi, Sosial Ekonomi dan Sosial Budaya Masyarakat di Beberapa Daerah Perdesaan Indonesia Tahun 2002
By: Sri Irianti
Email: irianti@litbang.depkes.go.id
Center for Research and Development of Health Ecology
Created: 2002
Cakupan pemilikan dan pemanfaatan jamban di daerah perdesaan sampai saat ini masih rendah dibandingkan dengan cakupan penyediaan air bersih. Diduga banyak faktor yang melatarbelakangi kondisi pemanfaatan jamban tersebut. Untuk itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi pemanfaatan jamban dari berbagai aspek geohidrologi, sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat di beberapa daerah perdesaan di Indonesia.
Lokasi penelitian adalah 10 desa dari lima kabupaten yaitu kabupaten Padang Pariaman, Bantul, Barito, Kupang, clan Minahasa. Pemilihan lokasi dari tingkat propinsi sampai dengan kecamatan dilakukan secara purposif sedangkan pemilihan sampel di tingkat desa dilakukan secara acak sederhana.
Jumlah sampel untuk data kuantitatif dari setiap desa adalah 105 rumah tangga sehingga jumlah sampel secara keseluruhan adalah 1050 rumah tangga. Selain itu dikumpulkan pula data kualitatif yang diperoleh dengan wawancara mendalam terhadap 100 orang yang terdiri dari tokoh masyarakat dan pemilik/pemakai jamban yang ada di semua desa lokasi penelitian.
Hasil penelitian kuantitatif menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah menggunakan jamban. Secara geohidrologi, pemanfaatan jamban sangat berkaitan dengan ketersediaan tanah untuk bangunan jamban dan air untuk menggelontor. Semakin sulit sumber air semakin jarang jamban yang tersedia. Preferensi semua responden adalah tipe jamban leher angsa yang memerlukan air dalam pemanfaatannya, walaupun secara geohidrologi mereka tinggal di daerah yang sulit mendapatkan air bersih.
Dari aspek sosial ekonomi, daya beli responden masih diprioritaskan kepada pemenuhan kebutuhan dasar yang lain sehingga walaupun mereka memahami pentingnya jamban tetapi belum bisa membangunnya karena tidak ada dana. Untuk desa yang telah mendapat bantuan dana dari pemerintah maupun swasta, masyarakatnya mau memanfaatkan jamban bantuan tersebut.
Penelitian kualitatif menunjukkan bahwa dari aspek sosial budaya, tidak ada kepercayaan atau norma yang bersifat negatif terhadap pemanfaatan jamban. Bahkan di kabupaten Kupang, hampir semua masyarakatnya telah membangun jamban sesuai dengan anjuran tokoh masyarakatnya walaupun secara teknis belum memenuhi persyaratan kesehatan karena rendahnya status ekonominya.
Dapat disimpulkan penelitian ini mempertegas hasil penelitian serupa sebelumnya bahwa pemanfaatan jamban adalah prioritas kedua setelah air bersih dari segi kebutuhan masyarakat di bidang kesehatan lingkungan.
Copyrights:
Copyright © 2001 by Badan Litbang Kesehatan.
Verbatim copying and distribution is permitted in any medium, provided this notice is preserved.
Hati-hati dengan Muntaber
Muntaber atau muntah berak adalah bagian dari penyakit diare. Dengan gejala yang ditandai adanya buang air besar lebih dari dua kali sehari serta berlangsung dalam jangka waktu lama, setidaknya kurang dari empat belas hari.
Biasanya juga ditandai dengan keadaan feses atau tinja lembek, cair, dan bahkan bisa berupa air saja.
Keadaan ini jelas berbeda dengan situasi orang sehat. Normalnya, orang buang air besar hanya sekali atau dua kali dalam sehari dengan konsistensi feses padat atau keras.
Menurut Dr. Niken Prita, Sp.A, diare paling sering disebabkan oleh infeksi dan keracunan. Sumber penularannya berasal dari makanan atau minuman yang tercemar virus penginfeksi.
Sebab itu, kasus muntaber sangat terkait dengan persoalan lingkungan dan perilaku. Berubahnya musim, dari kemarau ke penghujan, banjir, kurang atau tiadanya air bersih, serta lingkungan yang tidak bersih menyebabkan meningkatnya kasus muntaber. Kasus yang terjadi sekarang ini kita hadapi menunjukkan bahwa sebagian besar penderita tinggal di kawasan yang kurang bersih dan tidak sehat.
Sudah kondisi lingkungan tidak memadai, perilaku masyarakat juga tidak sehat. Kecenderungan mengkonsumsi makanan atau minuman tidak bersih dan tercemar sangat mungkin mendukung situasi yang ada.
Maka yang patut diupayakan menurut Niken adalah dengan mengusahakan agar lingkunga sekitar bersih dan sehat. Selain itu perilaku hidup sehat juga mesi dibiasakan. Misalnya dengan mencuci tangan sebelum makan atau membersihkan alat-alat makanan dan masak dengan air bersih.
Namun bila sudah terlanjur terserang diare, upaya pertolongan pertama yang perlu segera dilakukan adalah memberikan minum dalam jumlah banyak atau memberi cairan oralit, air tajin, air sup, atau kuah sayur. Konsumsi makanan dengan gizi yang cukup sangat penting agar stamina tubuh menjadi kuat.
Pada dasarnya, menurut Niken, penderita diare atau muntaber akan pulih dan sembuh dalam 6-8 jam saja jika segera ditangani. Caranya dengan segera memberi cairan atau minum yang banyak serta memberikan oralit sudah cukup memulihkan kondisi pasien.
Bisa Mati
Cairan yang terus menerus keluar dari penderita diare harus diimbangi dengan masuknya cairan juga. Bila keadaan ini dibiarkan terus selama berhari-hari, keadaan anak akan semakin parah. Anak akan muntah-muntah. Resiko kematian akan dihadapi dalam beberapa jam kemudian akibat dehidrasi.
Karena itu, bila anak penderita menunjukkan gejala antara lain wajah kelihatan cekung, kulit keriput, kejang, kesadaran menurun, harus segera di bawa ke pusat layanan kesehatan terdekat, entah rumahsakit atau puskesmas.
Anak yang menderita diare dengan kategori berat tentu harus menjalani perawatan intensif, seperti diinfus untuk mengatasi dehidrasinya dan menghindari hal-hal yang tak diinginkan. Tentu saat dibawa ke puskesmas atau rumahsakit, pemberian cairan harus terus menerus dijalankan.
Beberapa jenis penyakit juga bisa memunculkan gejala diare. Misalnya, pneumonia dan gangguan selaput otak. Sebab itu perlu juga diwaspadai kemungkinkan adanya penyakit-penyakit ini supaya perawatan dan penanganan tepat. @
Cegah dengan Air Bersih
Pencegahan muntaber  atau diare bisa dilakukan dengan mengusahakan lingkungan yang bersih dan sehat. Beberapa hal ini bisa Anda lakukan agar anak Anda terhindar dari diare:
·    Buatlah sarana sanitasi dasar yang sehat di lingkungan tempat tinggal, seperti air bersih dan jamban/WC yang memadai.
·    Pembuatan jamban harus sesuai persyaratan sanitasi standar. Misalnya, jarak antara jamban (juga jamban tetangga) dengan sumur atau sumber air sedikitnya 10 meter agar air tidak terkontaminasi. Dengan demikian, kita bisa menggunakan air bersih untuk keperluan sehari-hari, entah untuk memasak, mandi, dan sebagainya.
·    Usahakan untuk selalu mencuci tangan sebelum menyentuh makanan
·    Usahakan pula menjaga kebersihan alat-alat makan.
·    Sebaiknya air yang diminum memenuhi kebutuhan sanitasi standar. Air bersih tidak berbau, tidak berwarna dan tidak berasa.
·    Tutup makanan dan minuman yang disediakan di meja.
·    Setiap kali habis pergi usahakan selalu mencuci tangan, kaki, dan muka.
·    Biasakan anak untuk makan di rumah dan tidak jajan di sembarangan tempat. Kalau bisa membawa makanan sendiri saat ke sekolah. @
Sebab Muntaber
Beberapa penyebab muntaber bisa disebutkan di sini antara lain;
1. Infeksi yang disebabkan bakteri, virus atau parasit.
2. Adanya gangguan penyerapan makanan atau disebut malabsorbsi.
3. Alergi.
4. Keracunan bahan kimia atau racun yang terkandung dalam makanan.
5. Imunodefisiensi yaitu kekebalan tubuh yang menurun.
47% Warga Purbalingga Tak Miliki Jamban
Senin, 04 September 2006
PURBALINGGA (KR) - Hampir separuh penduduk Purbalingga tidak melengkapi rumahnya dengan jamban (WC). Warga yang tidak memiliki jamban memanfaatkan sungai, kolam dan bahkan kebun untuk membuang hajat.
“Hingga tahun 2005, cakupan jamban keluarga di Purbalingga baru mencapai 52,6 persen. Sisanya belum memiliki jamban. Penyebaran masyarakat yang tidak berjamban itu merata di seluruh kecamatan, termasuk Kecamatan Kota,” Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Purbalingga Dr Dyah Retnani Basuki MKes menuturkan kepada KR, Jumat (1/9). Aktivitas buang hajat di sungai atau kebun, lanjut Dyah, jelas sangat berisiko menyebarkan berbagai macam penyakit. Karena sungai di Purbalingga juga masih digunakan untuk kativitas manusia seperti mandi, mencuci pakaian dan piring serta gelas. Bakteri E-coli, cacing dan thypus abduminalis akan mudah menular ke orang lain lewat kativitas buang hajat di sungai. “Karenanya, DKK terus melakukan sosialisasi mengenai bahaya penyebaran penyakit dari kegiatan buang hajat di sungai, dan manfaat jamban bagi kesehatan. Di samping itu, Pemkab juga mengalokasikan dana stimulans untuk pembuatan jamban di rumah-rumah warga,” ujar Dyah. Dyah menargetkan, hingga tahun 2010, sedikitnya 80 persen warga Purbalingga sudah memiliki jamban di rumahnya masing-masing.
Camat Mrebet Tri Gunawan yang ditemui terpisah mengakui, banyak warga di wilayahnya yang belum memiliki jamban di rumahnya. Tapi, kendati tidak memiliki jamban di rumahnya, mereka tidak membuang hajat di sungai.
“Karena umumnya warga kami memiliki kolam ikan. Mereka membuat jamban di atas kolam. Ada juga yang punya jamban tapi tidak memiliki sptic tank. Jadi, dari WC langsung ke kolam yang tidak jauh dari rumah,” tutur Tri. (Rus/Ths)-o.
WC
Tanggal: 27-06-07 |  Kategori: Jakarta Health Style
Ini adalah judul tersingkat dalam sejarah penulisan saya. Walau begitu, maknanya tidak sesingkat tulisannya. WC merupakan singkatan serapan dari bahasa inggris ‘water closet’. Kalau bahasa halusnya rest room. WC jadi penting karena setiap harinya kita pasti kesana. Kalau tidak pernah lagi ke WC dapat dipastikan anda sudah tidak bernyawa :D.
Sama seperti halnya makanan, wc juga wajib disambangi. Kalau makan 3x sehari, sewajibnya pergi ke wc sehari sekali. Katanya kalau pagi bisa ke wc lebih baik, karena pencernaannya bagus. WC yang akan dibahas disini adalah jambannya. Jamban umumnya ada 2 jenis. Ada yang berjenis jamban duduk, artinya setiap memakainya orang harus duduk. Ada juga jamban jongkok. Kalau sudah terbiasa jamban jongkok seperti saya, akan sulit sekali beradaptasi dengan jamban duduk. Begitu sebaliknya. Bahkan di jamban dudukpun, kadang saya bisa jongkok lo!. Kata Tukul ndesoo… :))
Lalu apa pentingnya pembahasan jenis jamban ini untuk kesehatan? Mari kita pahami dulu masing2 jenis jamban. Keduanya berfungsi sama yaitu sebagai media pembuangan “sampah” makanan kita. Hanya penggunaannya saja yang berbeda, kalau jamban duduk kita hanya perlu duduk manis sambil baca buku atau merokok lalu keluar deh sampahnya. Mau 10 menit sampai berjam2 juga tidak masalah. Jamban jongkok ritualnya lebih ribet. Karena kita harus jongkok yang lama-lama bisa kesemutan. Coba saja lebih dari 15 menit jongkok dapat dipastikan anda kesemutan karena aliran darah anda mampet disekitar paha.
Hal positip dari jamban duduk adalah sifatnya yang universal. Artinya umur berapapun anda (kecuali bayi) dan berat berapapun anda dapat menggunakannya. Kalau jamban jongkok agak sulit untuk orang yang sudah lanjut dan berbadan tambun. Orang yang berbadan subur, pasti akan kesulitan untuk jongkok, jadi sebaiknya pakailah jamban duduk.
Sekarang hal negatip pakai jamban duduk. Kalau jamban tersebut berada di rumah tidak terlalu jadi masalah. Hanya perhatikan saja masalah kebersihannya. Tapi kalau jamban duduk tersebut ada di area publik seperti di kantor, hotel atau di terminal sebaiknya berhati2 menggunakannya. Lampirkan tissue di bibir jamban duduk supaya higienis. Kalau tidak ada tissue dan kelihatan tidak bersih bibir jambannya, sebaiknya pindah jamban atau kalau terdesak pakai cara tradisional saja. Jongkok! Hanya, hati-hati saja.
Pokoknya kalau memang terdesak buang hajat, jangan ragu-ragulah membuangnya. Hanya perhatikan masalah higienisnya. Walau faktor ini jadi tidak penting saat sudah benar2 darurat. Apalagi di tengah gunung :))
Jakarta 25 Juni 2007
*)Pernyataan
Seluruh isi dalam situs dokterniken.com disediakan sebagai informasi umum saja dan tidak menjadi bagian dari saran medis dari dokter anda atau dari tenaga medis profesional lainnya. Situs dokterniken.com tidak bertanggungjawab dan menjamin atas diagnosa berdasarkan isi dari situs ini. Untuk isi yang berasal dari situs lain, baik itu produk komersial, jasa atau saran, situs dokterniken.com juga tidak menjamin dan bertanggungjawab. Selalu berkonsultasilah dengan dokter anda jika anda mempunyai permasalahan kesehatan atau ingin bertanya secara lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar